Akademisi FH Unhas Nilai RUU KUHP Terkait Pidana Mati Kedepankan Hak Asasi Manusia

Akademisi Fakultas Hukum Unhas, Dr Syarif Saddam Rivanie Parawansa, SH., MH

LINISULSEL.COM, MAKASSAR – Ancaman pidana hukuman mati tercantum dalam final Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diserahkan pemerintah kepada Dewan Pimpinan Rakyat (DPR)

Pidana mati dalam KUHP diatur dalam Pasal 67, Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100, Pasal 101, serta Pasal 102.

Akademisi Fakultas Hukum Unhas, Dr Syarif Saddam Rivanie Parawansa, SH., MH berpendapat bahwa terkait KUHP kita yang baru undang undang Nomor 1 tahun 2023 tentang kitab undang undang hukum pidana mengatur terkait penerapan pidana mati didalam pasal 98 dijelaskan bahwa pidana mati diancamkan sebagai alternatif untuk mencegah tindak pidana dan mengayomi masyarakat

“Jadi dalam kitab undang undang kita yang baru nomor 23 pidana mati itu hanya diancamkan secara alternatif bukan diancamkan atau diberikan atau dicantumkan sama seperti kitab undang undang hukum pidana kita yang lama nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana,” katanya.

Dosen hukum pidana ini menjelaskan bahwa didalam KUHP yang baru pidana mati itu tidak masuk didalam jenis sanksi pidana baik itu sanksi pidana pokok maupun pidana tambahan berbeda dengan KUHP kita yang lama bahwa pidana mati itu, memang dimasukkan didalam jenis jenis sanksi pidana khsusunya disanksi pidana pokok yang diatur didalam pasal 10 yang KUHP yang lama.

“Memang ada perbedaan disitu bahwa di KUHP yang baru itu tidak mencantumkan pidana mati lagi sebagai pidana pokok, berbeda dengan KUHP kita yang lama yang masih mencantumkan pidana mati sebagai pidana pokok dan dalam penerapan Hukuman mati di indonesia mengedepankan nilai dan hak asasi manusia,” tambahnya.

“Kita dapat melihat secara rinci dalam KUHP yang baru penerapan hukuman mati justru mempertimbangkan hak asasi manusia yaitu hak untuk hidup jadi di dalam kuhp kita yang baru didalam pasal 100 apabila hakim menjatuhkan pidana mati maka akan diberikan dulu masa percobaan selama 10 tahun, dengan syarat syarat yaitu adanya rasa penyesalan oleh terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri,” katanya

Ia menambahkan, peran terdakwa dalam terjadinya tindak pidana itu apabila berkelakuan baik jika selama 10 tahun masa percobaan yang diberikan, lalu ia menunjukkan perubahan, menunjukkan rasa penyesalan terus dia mengakui kesalahannya maka pidana mati itu dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan dikeluarkannya keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan dari Mahkamah Agung.

“Ada perubahan yang baik karena dalam KUHP baru sebab mempertimbangkan adanya Hak Asasi Manusia yaitu hak untuk hidup,” tutupnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Tutup