Bappelitbangda Lutra dan LPPM Unhas Gelar FGD, Ini Tujuannya

Bappelitbangda Lutra bersama LPPM Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Peningkatkan Kapasitas Masyarakat dalam Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat, Sabtu (4/2/2023)

LINISULSEL.COM, LUWU UTARA – Dalam rangka meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengurangan risiko bencana berbasis komunal dan desa tangguh bencana, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbangda) bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Peningkatkan Kapasitas Masyarakat dalam Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat, Sabtu (4/2/2023) di Warkop Ari Lotong, Masamba.

Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappelitbangda, Basrun, mengatakan bahwa FGD ini sekaligus sebagai pendampingan LPPM Unhas bersama pemda yang melibatkan beberapa stakeholder, seperti PMI, Tagana (Dinas Sosial), BPBD, dan pemerintah desa dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat. Khusus pemerintah desa diwakili Desa Lero/Maipi sebagai pilot project.

“Desa Lero menjadi lokus pilot project nantinya akan kita duplikasi ke beberapa desa, terutama desa/kelurahan yang rawan bencana di Luwu Utara, sekaligus ke depannya kita harapkan desa Lero ini menjadi desa wisata tangguh bencana,” kata Basrun.

Basrun mengatakan, output dari pertemuan ini nantinya pemda akan memfasilitasi melalui pembimbingan kepada masyarakat dan pembentukan beberapa perangkat dalam rangka menuju desa tangguh bencana dengan klasifikai tertinggi, setidaknya dengan klasifikasi madya.

“Manfaat yang diharapkan nantinya kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana dapat meningkat. Apalagi selama ini yang terjadi di beberapa daerah, termasuk Luwu Utara, ketika terjadi bencana yang bergerak duluan adalah pihak luar atau lembaga-lembaga yang bergerak di bidang tanggap darurat, seperti SAR atau PMI,” sebut dia.

“Nah ke depan, kita ingin mengubah mindset tersebut, Jadi, ketika terjadi bencana, khususnya di desa Lero yang akan kita jadikan desa tangguh bencana, ketika terjadi bencana, yang bergerak duluan adalah masyarakat,” ucapnya menambahkan.

Untuk itu, lanjut dia, ke depan masyarakat sudah dapat memahami bahwa mereka juga memiliki kemampuan dalam mengambil langkah-langkah mobilisasi  saat terjadi bencana, baru kemudian dibantu oleh organisasi-organisasi kemanusiaan lainnya.

“Semua ini kita lakukan untuk meminimalisir risiko bencana. Bahkan kalau bisa tidak ada korban jiwa,” jelasnya.

Masih Basrun, dalam rangka meningkatkan kapasitas masyarakat, pihaknya akan melakukan beberapa kegiatan, salah satunya simulasi tanggap darurat bencana.

“Simulasi ini akan kita buat seperti situasi mendekati keadaan sebenarnya ketika terjadi bencana,” imbuhnya.

“Di sini, kita akan fokus pada bencana banjir bandang, karena Desa Lero ini potensi ancaman bencananya paling dominan adalah banjir bandang. Dengan situasi simulasi mendekati keadaan sebenarnya, kita harap kesiapan multipihak dalam simulasi ini,” sambungnya.

Masih Basrun, output yang ingin dicapai melalui pendampingan ini, di antaranya adalah desa mampu menyusun Rencana Pengurangan Risiko Bencana (PRB), desa mampu menyusun rencana aksi PRB, serta terbentuknya forum PRB dan tim siaga bencana, serta terlaksananya pelatihan dan fasilitasi dalam pemetaan ancaman.

“Output lain tentu tersedianya peta dan jalur evakuasi, tersedianya papan petunjuk/rambu evakuasi, tersedianya lokasi pengungsian, tersedianya sistem peringatan dini banjir bandang, tersedianya sarana tim siaga bencana, serta tersedianya film dokumenter simulasi peringatan dini dan evakuasi bencana,” pungkas Basrun. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Tutup