Bunuh Diri dan Individualistik Akut

Ketua BEM Politeknik LP3I Makassar, Minasa Upa, Muh. Alif Afdinal Adam

(Suatu Penyakit Masyarakat)
Oleh : Ketua BEM Politeknik LP3I Makassar, Minasa Upa, Muh. Alif Afdinal Adam

LINISULSEL.COM – Sebuah Kutipan tanpa nama “If the meaning of your life is lost, ask for help finding it” kurang lebih maknanya adalah bahwa apabila makna kehidupanmu hilang maka maka carilah bantuan untuk menemukannya kembali jangan mengakhiri kehidupan sebab bukanlah kita yang memulainya.

Bunuh diri, adalah upaya mengakhiri hidup dengan berbagai cara, tentu ada banyak motif yang melatar belakangi tindakan bunuh diri ini. Namun prespektif masyarakat bahwa tindakan mengakhiri hidup diri sendiri adalah dosa besar yang tak termaafkan dalam konteks pemikiran semua agama dan kepercayaa yang ada di negeri ini. Dua prespektif inilah kemudian seringkali membuat masyarakat kita termasuk saya menjadi dilema ketika mendengar kasus atau kejadian bunuh diri, diantara kepedulian sosial saya yang terbingkai dalam kata iba dan kasihan, namun di sisi lain dalam aspek keagamaan saya harus mengutuk tindakan tersebut sebagai bentuk dosa besar atau pembangkangan terhadap keputusan Ilahiah antara hidup dan mati. Namun sekali lagi saya memiliki kesadaran sosial yang sangat tinggi dari latar belakang bentukan orang tua saya yang selalu mendidik saya untuk berbagi segala kelebihan yang saya punyai, makanya saya hampir tidak pernah rangking satu disekolah. Latar belakang lingkungan keluarga itulah yang banyak mempengaruhi atau menyambungkan sel-sel otak saya merangkai tulisan ini, saya lebih cenderung untuk melihat kejadian bunuh diri seorang ibu bersama dua orang anaknya yang terjadi baru-baru ini disekitar kita dalam perspektif saya pada aspek sosialnya.

Saya mencoba untuk seobyektif mungkin melihat kejadian tersebut maka dari itu aspek sosial menjadi perspektif utama saya ketika memulai tulisan ini. Perspektif sosial kemasyarakatan, namun bukan berarti bahwa individu tidak memiliki peran penting dalam terbentuknya sebuah tatanan kehidupan kelompok, disisi lain kita juga sepakat bahwa banyak atau sedikit individu tentu terkondisikan oleh lingkungann sosialnya, sama seperti saya yang mana sel-sel otak saya banyak dipenuhi oleh bingkai kesadaran bentukan lingkungan keluarga saya. Dalam hal ini tentu kita semua paham bagaimana Sosial itu bekerja, kita sering kali mengaitkan kata sosial dengan dengan hal-hal yang berhubungan manusia dan masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Sedangkan ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, individu dengan masyarakat serta kelompok dengan kelompok lainya.

Setiap individu mempunyai pola pikir yang berbeda, ideologi yang dijalankan sesuai dengan hakikat keyakinan yang dimilikinya. Interaksi sosial dalam lingkungan sosial juga akan mempengaruhi seseorang dalam mengambil sikap yang dilakukan. Kejadian bunuh diri didasarkan atas beberapa perilaku yang mencerminkan bagaimana seseorang dalam hidupnya mengalami tekanan atau tidak. Aturan-aturan yang ada dalam kehidupannya juga sangat berpengaruh baginya. Selain itu tekanan psikis maupun sosial juga sangat besar pada perilaku seseorang dalam melakukan aksi bunuh diri.

Bunuh diri bagi masyarakat Indonesia apalagi masyarakat Bugis Makassar masih menjadi sesuatu yang tidak layak atau jauh dari harapan masyarakat pada umumnya. Akan tetapi bunuh diri tersebut dilakukan oleh para pelaku yang mempunyai kepentingan tersendiri baginya atau bahkan untuk kelompok tertentu. Melihat realitas yang terjadi, bunuh diri merupakan sebuah fakta dalam masyarakat yang mana bunuh diri adalah gambaran dari para pelaku yang sengaja untuk mengakhiri hidupnya.

Dalam pandangan Emile Durkheim, bunuh diri dapat dikaji secara sosiologis dengan pendekatan egoistic suicide, altruism suicide, anomie suicide, dan fatalistic suicide. bunuh diri egoistik akibat terlalu sedikitnya integrasi sosial yang berhasil dilakukan sang individu dengan kelompok-kelompok sosial, bunuh diri altruistik akibat dari integrasi sosial yang terlalu kuat sehingga individu mengorbankan dirinya untuk kepentingan-kepentingan kelompoknya seperti para pahlawan yang berkorban demi kemerdekaan atau contoh paling sering kita dengar bom bunuh diri. bunuh diri anomik yang dilakukan ketika tatanan, hukum-hukum, serta berbagai aturan moralitas sosial mengalami kekosongan, seperti contoh seseorang yang putus asa terhadap peraturan yang tidak ditegakkan dengan baik sehingga menganggap bahwa bunuh diri menjadi jalan keluar dari berbagai ketidakadilan. Yang terakhir adalah bunuh diri fatalistik yang terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat, sehingga menyebabkan individu ataupun kelompok tertekan oleh nilai dan norma tersebut. Yang terakhir inilah yang banyak terjadi, begitu banyak norma sosial yang muncul tak tertulis kemudian menjadi sesuatu yang diamini oleh banyak orang namun mengenyampingkan sebagian kelom atau individu.

Dalam kontek kejadian bunuh diri seorang ibu bersama dua orang anaknya yang terjadi di tanah Bugis makassar, dalam perspektif Sosial Durkheim, kita bisa sedikit memahami sebenarnya apa yang menjadi faktor yang kemudian bisa membuat ibu tersebut mengakhiri hidupnya dan bahkan mengakhiri hidup kedua anaknya yang masih kecil. Bahwa Bunuh diri merupakan sebuah fakta sosial dimana keadaan tersebut terdapat di berbagai lapisan masyarakat. Gejala-gejala yang nampak berada pada gejala sosial bukan gejala individu. Pengaruh dari hubungan sosial dan struktur sosial dalam masyarakat sangat mempengaruhi terhadap perilaku individu-individu. Berkaitan dengan bunuh diri yang terjadi dalam lingkungan sosial atau masyarakat. Ketika nilai dan norma kehidupan dalam masyarakat mengalami peningkatan drastis maka yang terjadi adalah tuntutan kepatuhan dan ketaatan bahkan parahnya bisa menjadi kepasrahan dan berakhir bunuh diri dalam artian bahwa kepasrahan menjadi jalan yang harus dilaluinya. Penindasan dari sebuah tata aturan dan nilai-nilai yang semakin kapitalis dan tak tertulis dimasyarakat semakin merajalela. Ketidakberdayaan masyarakat semakin lemah dan tak berdayakan lagi dalam sendi-sendi kehidupan mengakibatkan bunuh diri fatalistik bisa saja menjadi fenomena sosial, semoga tidak.

Kita wajib memperbaiki semua lini kemasyarakatan yang memiliki potensi menimbulkan terbentuknya nilai-nilai baru yang sangat menekan individu dalam kehidupannya bermasyarakat bahkan nilai-nilai yang mengedepankan materialisme berprilaku, meski tak tertulis namun menekan individu untuk jatuh dan tertekan pada titik terendah hidupnya. Kami sebagai anak muda Indonesia, generasi bangsa Bugis Makassar, menekankan pada tiga sektor untuk membangun peradaban manusia yang berkarakter kuat dan saling peduli sesama sebangsa, sekemanusiaan, tiga sektor tersebut adalah;

  1. Aspek pendidikan, sedini mungkin anak-anak pelajar muda-muda kita dididik untuk saling peduli dengan menekan egonya melalui prinsip belajar bersama, pintar bersama, sukses bersama, saling peduli menuju bangsa beradab tanpa penindasan manusia atas manusia, anak-anak dididik untuk tidak pelit ilmu pengetahuan, tidak merasa pintar sendiri namun berbagi pengetahuan untuk pintar bersama btanpa ada peringkat paling pintar dan kerendahan sibodoh.
  2. 2institusi-institusi Sosial yang ada di masyarakat, semestinya muncul untuk membangun sentimen kebersamaan, bukan ego masing-masing institusi, mengimplementasikan nilai-nilai pancasila utamanya sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab yang menuntun manusia bangsa ini menju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka ketika keadilan terjadi maka akan muncul rasa persatuan dengan prinsip sama-sama ciptahaan Tuhan yang Esa.

Pemerintah, sebagai pemegang kewenangan dalam mengatur kehidupan berbangsa, semestinya pemerintah selalu hadir ketika terjadi peningkatan nilai-nilai dimasyarakat yang mendorong ego individualistik namun menekan satu sama lain. Kemiskinan adalah sebuah realitas sosial yang mungkin tidak mudah untuk kita berantas begitu saja hanya dengan statemen dan keinginan namun malalui sebuah kehadiran pemimpin dan pemerintah dalam meredakan tangis rakyatnya ketika tekanan kebijakan menindih hidup dan meretas tulang-belulang menajdi menara kemiskinan. Tanggung jawab pemerinatah adalah MUTLAK.

Demi kemanusiaan mari kita tekan ego dan melepas keinginan lalu merengkuh kepedulian dan mengusap luka saudara-saudara kita yang terindih oleh kerasnya dan beratnya nilai yang tak bertanggungjawab pada kemanusiaan. Saya, anak muda Indonesia berdiri dengan air mata berurai dan tangan menggenggam idealisme merasakan sedihnya bangsa ini. Jangan lagi ada kisa tragis yang menyayat hati di negeri ini. Amin Ya Rabbal Alamin.

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Tutup