Di Hadapan 82 Peserta PKA LAN, Indah Putri: Layanan Digital Publik Tak Bisa Dihindari

Bupati Lutra Indah Putri Indriani bersama 82 peserta PKA LAN  Makassar angkatan V dari pelbagai daerah di Indonesia.materi manajemen perubahan di sektor publik.

LINISULSEL.COM, MAKASSAR – Di hadapan 82 peserta PKA LAN  Makassar angkatan V dari pelbagai daerah di Indonesia, Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani memaparkan materi manajemen perubahan di sektor publik.

Dalam pemaparannya, bupati yang karib disapa IDP mengemukakan bahwa di era digitalisasi saat ini perubahan adalah realitas sosial yang tidak bisa dihindari.

“Menyikapi perubahan yang terus terjadi setiap waktu sebagai pemberi layanan, kita harus berubah seiring dengan perkembangan lingkungan strategis. Tidak ada tempat di negeri ini bagi orang yang tidak mau berubah, perubahan menjadi siklus dari kehidupan manusia,” kata IDP.

Sebagai pemberi layanan, di samping harus cerdas memahami regulasi, IDP juga memberikan tips pentingnya art atau seni dalam melaksanakan tugas.

“Kita tidak boleh kaku, sebagai pemberi layanan harus humanis dan fleksibel,” tegasnya.
Soal smart city, Isteri dari Anggota DPR RI,  Muhammad Fauzi ini mengatakan, selain  tantangan internal dari aspek SDM digital pemberi layanan, tantangan yang cukup besar adalah penerima layanan terkait dengan akses teknologi informasi.

“Saat ini layanan elektronifikasi tidak bisa ditawar, ke depan akan menjadi model dan kultur baru. Meskipun hasil survey menunjukkan bahwa masih ada masyarakat yang menginginkan layanan face to face untuk mendapatkan layanan yang humanis dan harmonis,” terangnya.

Meski demikian, IDP menyakini bahwa seiring dengan berjalannya waktu masyarakat akan terbiasa dan beradaptasi dengan kultur layanan digital publik yang saat ini terus dikembangkan dan disederhanakan sehingga mudah diakses oleh penerima layanan.

Sementara itu terkait klaster perubahan dalam organisasi, IDP mengatakan hal itu menggambarkan dinamika suatu organisasi dalam merespon perubahan.

Klaster pertama yaitu orang yang berani memulai atau mencoba hal baru meskipun potensinya untuk gagal sangat tinggi, klaster kedua orang yang tidak mau menerima hal baru sebelum orang lain disekitarnya menerimanya.

Klaster ketiga adalah orang yang lebih maju berani menerima hal baru/teknologi baru dari rata-rata orang disekitarnya.

“Untuk itu penting membangun respek, komunikasi dan kolaborasi sebagai strategi untuk menciptakan kultur melayani yang humanis. Masyarakat penerima layanan butuh suasana yang kondusif, karena itu untuk memberikan pelayanan yang berkualitas secara internal kita harus menjaga stabilitas dengan menciptakan kondisi internal yang tertib dan solid,” ucap IDP. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Tutup