Mengenal Pakaian Adat Rampi Luwu Utara yang Dikenakan DSP Saat Raker KKLR di Jakarta
LINISULSEL.COM, JAKARTA – Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Investasi, Ir. Dewi Sartika Pasande, M.Sc tampil memukau saat menghadiri pelantikan dan Rapat Kerja (Raker) Nasional Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) di Ballroom Hotel Sultan Jakarta, Sabtu (16/7/2022).
DSP akronimnya Dewi Sartika Pasande yang dilantik menjadi Ketua Bidang Luar Negeri, mengenakan pakaian tradisional adat Rampi Luwu Utara yang terbuat dari kulit kayu asli.
Busana adat yang dikenakan Dewi Sartika Pasande ini memang khas dan unik, bukan saja karena bahannya yang terbuat dari kulit kayu, tetapi juga proses pembuatannya.
DSP mengungkapkan, dirinya sengaja mengenakan baju adat Rampi di acara pelantikan untuk memperkenalkan keberagaman adat dan budaya di Tana Luwu.
“Banyak sekali potensi budaya dari berbagai suku-suku di Tana Luwu dan ini harus terus diperkenalkan ke masyarakat secara luas, dan dunia umumnya, tambahnya.
“Bahannya dari kulit kayu dibuat seperti baju, lalu warna pada motifnya dibuat dari bahan-bahan alami di alam sekitar Rampi. Jadi tidak ada bahan kimia, semuanya dari alam,” ungkap DSP.
Warisan Leluhur
Seperti yang dijelaskan pada buku Rumah Peradaban Seko dan Rampi diterbitkan Balai Arkeologi Sulawesi Selatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pakaian kulit kayu ini menjadi salah satu warisan leluhur yang masih dijaga oleh masyarakat Rampi.
Karena merupakan pakaian tradisional yang dipergunakan khusus pada upacara adat tertentu, seperti pernikahan dan penyambutan tamu.
Proses Pembuatan
Membuat pakaian kulit kayu ini membutuhkan kesabaran dan kemampuan untuk mengetahui jenis pohon yang kulitnya dapat dipergunakan sebagai bahan baku pakaian kulit kayu.
Jenis yang dipakai adalah pohon kayu yang mengandung getah.
Seperti beringin putih, kayu kalo, kayu ivo, kayu bea dan beberapa jenis pohon lainnya.
Setelah mendapatkan pohon yang tepat, misalnya dari tangkai pohon beringin muda akan diambil kulitnya.
Setelah dipisahkan antara kulit kasar dengan kulit halus, lalu direbus selama dua jam.
Perebusan kulit kayu tersebut dibungkus dengan menggunakan daun liwonu dalam versi bahasa Rampi.
Tujuan perebusan itu agar bahan kulit kayu itu menjadi lunak dan dapat diolah menjadi baju, selendang, topi, dan tas kecil.
Setelah dibungkus menggunakan daun liwonu, kemudian didiamkan selama 4-5 hari.
Kemudian, memukul kulit kayu agar menjadi satu untuk dibentuk menjadi baju, salendang, topi (siga) khas Rampi.
Alat yang dipergunakan untuk memukul tersebut ialah batu pe dalam dunia arkeologi disebut batu ike.
Alat pukul kulit kayu tersebut berupa blok batu bentuk persegi kotak yang dijepit dengan kayu yang berfungsi sebagai pegangan.
Masing-masing batu memiliki garis dengan interval jarak yang berbeda, semakin rapat interval jaraknya, akan semakin menghaluskan kulit kayunya.
Bermacam-macam Motif
baju tradisional Rampi yang terbuat dari pakaian kulit kayu memiliki bermacam-macam motif.
Untuk laki-laki itu ada tiga, yaitu motif ular, motif beringin, dan tanduk kerbau.
Kalau perempuan ada lima motif yang dominan.
Motif yang terdapat pada baju adat tersebut memiliki makna tersendiri.
Motif tulang ular misalnya, digunakan oleh bangsawan.Motif tersebut menunjukkan kekuatan. (*)
Tinggalkan Balasan