Seteru Vale dan Pemprov Sulsel, Janji kesejahteraan Tambang untuk Siapa ?
Oleh : Direktur Nusantara Riset, Afrianto.M.Si
LINISULSEL.COM, PALOPO – Ketimpangan di hulu itu sesungguhnya mudah diproyeksikan menjadi kepincangan di hilir, lihat saja akumulasi asset dan modal yang mengerucut pada segelintir orang, disparitas kesejahteraan nampak dilihat secara langsung. Penguasaan Sumber Daya Alam begitu besar yang diberikan kepada segelintir orang memperlihatkan ketidakpantasan dan menunjukkan ketimpangan atas nilai ekonomi yang didapatkan. Namun, kuasa atas tanah yang mereka kelolah berdiri dibawah payung legalitas perizinian.
Dua hari lalu, tiga gubernur dengan tegas menyatakan dalam Ruang Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI menolak perpanjangan kontrak karya PT VALE. Alasan utama yang disampaikan oleh gubernur sulawesi selatan adalah soal kesejahteraan. Jika ikhtiar ini adalah upaya meredesain ulang tata kelola dan stuktur kepemilikan dalam pengelolaan sumber daya alam di luwu timur, maka hal ini layak didukung total, tentu saja dengan keterlibatan publik khususnya luwu raya menyusun dan mendesakkan consensus keadilan soal ini.
Nisbah atas setiap sumber daya ekonomi yang dikelolah melalui kebijakan pemerintah, mesti didasarkan pada asas kemaslahatan. Karena tidak ada artinya meributkan soal ini jika disparitas pendapatan menganga, masyarakat lokal sekitar lokasi investasi hidup melarat dan lingkungan semakin hancur.
Janji Kesejahteraan Tambang ?
Keberhasilan program pengembangan dan pemberdayaan masayarakat di sekitar wilayah investasi pertambangan lebih banyak menekankan pada aspek keterserapan tenaga kerja lokal, keterlibatan warga lokal dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Cara pandang ini harus ditampik, karena dalam jangka panjang justru menyangga pembangunan sendiri. Eksploitasi SDA bersifat nonrenewable (tidak dapat diperbaharui). Jika jangka waktu itu habis, secara perlahan perusahaan akan melakukan efisiensi tenaga kerja dan ini tentu berdampak pada meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.
PT Vale yang telah beroperasi kurang lebih 50 tahun, tidak sedikit mengeruk kekayaan begitu besar, janji kesejahteraan yang dirumuskan dengan berbagai program – program, nyatanya kurang berkorelasi dengan sektor lapangan usaha masyarakat. Berdasarkan indeks pembangunan ekonomi inklusif di kabupaten luwu timur tahun 2021, alat untuk mengukur dan memantau sejauh mana tingkat inklusivitas pembangunan. Jika dibandingkan dengan indeks di 24 kabupaten/kota di Sulawesi –selatan, Kabupaten luwu timur berada pada urutan terakhir dengan nilai indeks 5.07.
Secara rinci, dari tiga indikator pembangunan inklusif di kabupaten luwu timur, pilar ke dua tentang pemerataan pendapatan dan penguranggan kemiskinan memposisikan luwu timur berada pada urutan terakhir. Kondisi ini juga bisa dilihat dari perkembangan gini rasio kabupaten luwu timur dari tahun 2014- 2021 yang mengukur derajat ketidakmerataan pendapatan penduduk, rata – rata gini ratio kabupaten luwu timur berada pada angka 4.12 (tingkat ketimpangan sedang). Artinya, kurang lebih 10 tahun belakangan, penurunan gini ratio di kabupaten luwu timur tidak signifikan.
Penilaian ini sesungguhnya menegaskan bahwa stuktur ekonomi kabupaten luwu timur yang didominasi oleh sektor pertambangan (43.99 %) tidak memberi pengaruh pada aktivitas ekonomi lainnya. Aktivitas tambang nikel di Kabupaten Luwu Timur mendominasi struktur perekonomian sehingga menentukan perkembangan nilai tambah daerah ini. Situasi ini bisa dilihat jika sektor pertambangan mengalami penurunan produksi, maka dampaknya pada pertumbuhan ekonomi kabupaten luwu timur secara makro, bahkan tiga tahun kebelakang, pertumbuhan ekonomi luwu timur mengalami kontraksi (-1.39 %). Rendahnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Luwu Timur semakin kontras jika dikomparasi dengan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
Menepuk Harapan
Ketimpangan sosial dan ekonomi harus ditangani secara logis, mampu menerjemahkan keberpihakan dan mencantumkan posisi yang terbuka bagi semua pihak. Sikap tegas gubernur Sulawesi selatan mesti dibarengi dengan cara- cara terbuka, sehingga publik tidak lagi menerka niatan ini. Karena disaat yang sama, jika kepentingan ini berujung pada sekelompok orang saja, percikan harapan itu akan menyulut sumbu kebencian masyarakat.
Sikap gubernur sulsel yang menolak perpanjangan kontrak karya PT VALE tentu saja membuka ruang yang menganga bagi masuknya kepentingan korporasi lainnya dan dinamika politik ikut serta memunggungi sikap ini.
Berakhirnya kontrak karya PT VALE tahun 2025 merupakan babak baru yang harus dibicarakan ulang. Banyak gagasan yang bisa dikolaborasi sebagai pilar kebijakan dalam khazanah okonomi, lingkugan dan sosial kemasyarakatan. Luwu raya tidak kekurangan orang – orang cerdas. Solidaritas pemerintah dan semua komponen masyarakat di luwu raya sangat penting untuk mendorong kebijakan terkait soal manajemen pengolahan dan sturktur kepemilikan SDA sebagai bagian urgent yang dibicarakan menjadi proposal pembangunan ke pemerintah pusat.
Sekurangnya terdapat beberapa hal yang menjadi sumber dispasritas ekonomi ini. (1) penguasaan hulu atas faktor produksi yang tidak merata, (2) misalokasi sumber daya karena porses keputusan yang tidak tepat, (3) pemanfaatan teknologi dan modal yang tidak diimbangi dengan pemerataan pengetahuan tenaga kerja. (4) Akses yang cenderung tertutup pada wilayah perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan.
Tinggalkan Balasan