Angka Penderita HIV/AIDS Tinggi, Ini Penjelasan Pejabat Dinkes Parepare

Kepala Bidang Kesmas Kesling dan P2P Dinas Kesehatan Parepare, Edy Kusuma Suhardi.

LINISULSEL.COM, PAREPARE – Perilaku hubungan sesama jenis (Homoseksual) menjadi penyebab tertinggi angka penderita HIV/AIDS di Kota Parepare.

Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Kesmas Kesling dan P2P Dinas Kesehatan Parepare, Edy Kusuma Suhardi.

Edy mengatakan, sejak 2006 hingga Juni 2024 tercatat jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 654 kasus. Sementara penderita yang menjalani pengobatan sebanyak 229 kasus, dimana 130 orang diantaranya warga Parepare dan 99 lainnya merupakan warga dari luar kota.

“Terus terang dari yang kita analisis terjadi pergeseran faktor penyebaran dari heteroseksual ke homoseksual yang biasa disebut Lelaki Seks Lelaki (LSL). Dimana penderita HIV/AIDS terbanyak memang laki-laki. Penyebabnya itu seringnya bergonta ganti pasangan,” ungkapnya, Selasa (23/7/2024).

Sementara untuk pengobatannya, ada sebanyak 14 Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyaskes) mulai dari klinik, puskesmas hingga rumah sakit yang disiapkan Pemerintah Kota.

“Kami berharap, dengan berkembangnya jumlah Fasyaskes kita dapat mencegah penyebaran HIV/AIDS ini. Saya juga meminta kepada masyarakat agar tidak malu memeriksakan diri sehingga lebih cepat diobati. Karena saat kita menemukan warga yang positif kami pasti selalu mendorong untuk segera melakukan pengobatan,” ujar Edy.

Menurut Edy, komitmen bersama dalam menekan angka HIV/AIDS penting dilakukan dengan melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat. Termasuk, penyuluhan sejak usia dini.

“Jadi, kita sudah koordinasi dengan Dinas Pendidikan persoalan ini. Kami akan menggenjot sosialisasi pencegahan HIV/AIDS dengan masuk ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Karena menurut analisis kami rentan tertinggi kasus ini pada usia 15 tahun hingga 25 tahun,” pungkasnya.

Edy juga membeberkan jika saat ini angka kasus HIV/AIDS meningkat. Peningkatan kasus tersebut merupakan hasil screening yang dilakukan staf di lapangan maupun bantuan dari LSM.

“Jadi sejak tahun 2019 itu kita sudah melakukan pemetaan. Sehingga, dari pemetaan yang kita lakukan ini kita bisa lebih fokus meningkatkan sasaran testing. Tahun lalu ada 50 kasus aktif, sementara pada juni tahun 2024 ini sudah ada 47 kasus aktif. Ada juga 3 orang yang meninggal karena terlambat melakukan pengobatan,” bebernya. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Tutup