Jadi Pembicara di Jakarta, Indah Putri Paparkan Strategi Pembangunan Pertanian di Luwu Utara
LINISULSEL.COM, LUWU UTARA – Pandemi dan banjir bandang di Luwu Utara membawa dampak pada ketahanan pangan.
Dimulai dari terganggunya produksi pertanian akibat pembatasan pergerakan orang / tenaga kerja, terganggungnya distribusi pangan akibat penerapan PSBB dan penutupan wilayah secara terbatas, daya beli masyarakat menurun, kerusakan lahan padi dan jagung, kerusakan infrastruktur bendung, serta kerusakan saluran irigasi.
Mengatasi hal tersebut, Pemda Luwu Utara melakukan berbagai strategi, satu diantaranya adalah memberi asuransi Usaha Tani Padi Sawah melalui MoU dengan PT. Jasindo.
“AUTP ini adalah kegiatan lanjutan sejak 2021, dan tahun ini sekira 11.000 hektare yang akan diberi perlindungan. Ini adalah bentuk komitmen untuk memberikan perlindungan kepada petani kita jika terjadi kerusakan tanaman padi sekaligus salah satu wujud mitigasi pangan yang dilakukan pemda,” kata Indah saat menjadi narasumber pada Festival Pangan Jujur yang digelar Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) di Galeri Salihara, Jakarta.
Tak hanya pemberian asuransi, pemda juga telah melakukan rehabilitasi lahan dan infrastruktur terdampak bencana, meningkatkan produktivitas pangan pokok, memperlancar distribusi dan menjaga stabilitas harga pangan.
Memproteksi lahan pertanian tanaman pangan dari alih fungsi lahan, menggerakkan secara massif KWT melalui inovasi GETAR DILAN, serta mengajukan sertifikasi sagu kerjasama Pemda, BALITPALMA dan Unhas Makassar yang telah dikeluarkan Kementan RI dengan nama Sagu Luwu.
“Filosofi pembangunan pertanian di Luwu Utara itu ada Sagu Abadi, Kakao Lestari, Padi Sawah Berkelanjutan, dan Kopi Berkualitas. Diharapkan dengan strategi dan kebijakan Pemda, maka Luwu Utara dapat berkontribusi terhadap pangan nasional,” harap bupati perempuan pertama di Sulsel ini.
Lebih lanjut, Indah mengatakan salah satu varietas tanaman pangan yang dapat menghidupi masyarakat adalah tanaman sagu.
“Jadi kalau kita bicara histori sagu itu cukup panjang. Sebab sebelum masyarakat Tana Luwu mengenal padi dan beras, makanan pokoknya adalah sagu,” katanya.
“Khusus untuk Luwu Utara lambang daerahnya adalah pohon sagu. Pemda kemudian berkomitmen bagaimana membudidayakan sagu karena terkait dengan sejarah dan identitas masyarakat Tana Luwu,” jelasnya.
Pada kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa hingga saat ini Kabupaten Luwu Utara tetap menjadi salah satu kabupaten penyangga pangan dan tetap mempertahankan posisinya sebagai lumbung beras di Sulawesi Selatan dengan luas lahan di angka 28.992,92 Hektare.
Tingkat produktifitas 5,75 ton/ hektare dengan capaian surplus beras sebesar 87.373,49 ton pada tahun 2021.
Sementara itu Koordinator KRKP, Said Abdullah, menjelaskan persoalan pangan sesungguhnya menjadi perhatian yang melintas batas dan waktu.
“Lewat festival ini kita mengajak publik untuk lebih aware terhadap persoalan pangan yang kian hari kian penting namun makin lemah dalam pengelolaannya,” katanya.
“Selama pandemi kita bisa menyaksikan bagaimana pangan menjadi hal penting, tidak hanya menjaga keberlangsungan kehidupan namun juga negara ini,” jelasnya.
Sementara pada sisi lain kesungguhan memperkuat sektor pangan ini menjadi tanda tanya.
“Melalui festival ini kami ingin mengajak kepada semua lapisan masyarakat, khususnya kaum perkotaan, untuk lebih bijak dan arif dalam pangan serta terlibat dalam upaya mengontrol pengelolaan pangan sehingga lebih baik,” tandasnya. (*)
Tinggalkan Balasan