Teori Telapak Kaki Taufan Pawe Jadi Landasan Kelanjutan Kemajuan Kota Parepare

HM Taufan Pawe

LINISULSEL.COM, PAREPARE – Pendiri Bosowa Corp, Aksa Mahmud pernah berujar, hanya dua wali kota Parepare berjasa atas kemajuan Kota Parepare. Diantaranya Andi Mallarangeng dan Taufan Pawe.

“Beberapa wali kota yang Parepare miliki, yang hanya bisa betul-betul ada perubahan hanya dua. Pertama Andi Mallarangeng dan Taufan Pawe. Selain itu hanya mengarungi umur Kota Parepare,” kata Aksa Mahmud.

Pernyataan orang paling berpengaruh di Sulsel itu tidak berlebihan. Kita bisa buktikan secara kasat mata saat berkunjung ke Kota Parepare.

Perbedaan nyata saat memasuki Kota Parepare di malam hari. Dibandingkan daerah tetangga, kota seluas 99,33 km2 itu terlihat bermandikan aneka cahaya lampu.

Kota kelahiran Presiden ke-3 Republik Indonesia, Prof. Dr. Ing. Bj. Habibie kini meninggalkan jejak seorang tokoh inovatif dan visioner yang jejak kekaryaannya tidak dapat terlupakan di hati masyarakat Kota Parepare.

Dr. H.M. Taufan Pawe, SH.,M.H., mantan Walikota Parepare 2 periode.  Tokoh yang sukses menggagas dan menerapkan teori pembangunan berkelanjutan yang populer disebut “Teori Telapak Kaki.”

“Teori Telapak Kaki” Taufan Pawe sejalan dengan prinsip-prinsip Sustainable Development atau pembangunan berkelanjutan yang dideklarasikan oleh Perserikatan bangsa-Bangsa (PBB).

Teori ini merupakan warisan intelektual Dr. H.M. Taufan Pawe, SH.,M.H., yang menjadi peletak dasar pembangunan Kota Parepare berkelanjutan.

Hal ini tidak dapat dibantah, karena jejak-jejak “Teori Telapak Kaki” sang Maestro Pembangunan Kota Parepare ini dapat ditemukan di hampir setiap perwajahan Kota yang juga dikenal sebagai Kota Bandar Madani dan Kota Santri.

Lantas apa yang dimaksud dengan “Teori Telapak kaki”? “Salah satu indikator untuk melihat pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi.

“Pertumbuhan ekonomi yang positif menunjukkan adanya peningkatan aktivitas perekonomian, sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang negatif menunjukkan adanya penurunan dalam aktivitas perekonomian,” tegas Dr. H.M. Taufan Pawe, SH.,M.H.

“Saya menginginkan telapak kaki yang menginjakkan kakinya di Kota Parepare sebanyak 500 ribu pasang telapak kaki dari jumlah penduduk kota Parepare yang hanya sebesar 137 ribu jiwa pasang tapak kaki,” demikian ucap Taufan Pawe dalam suatu kesempatan.

Apakah sesederhana itu, “teori telapak kaki” ini dimengerti?
“Teori Telapak Kaki” Taufan Pawe bukan sekedar perkara seberapa banyak telapak kaki yang menginjakkan kakinya di Kota Parepare, dan kemudian menghasilkan sumber-sumber pendapatan baru.

Mengingat kota ini nyaris tidak memiliki hasil bumi yang dapat dibanggakan. Namun melalui “Teori Telapak Kaki” Taufan Pawe berhasil membawa Kota Parepare untuk bersanding bersama Kota-Kota besar lainnya sebagai kota yang terus berkembang.

Oleh sebab itu, penting memahami teori pembangunan ini dalam konteks Sustainable Development yang di sepakati pada tahun 1987 oleh The Brundtland Comission of The United Nations.

Setidaknya ada beberapa aspek yang mendapatkan perhatian besar dalam konteks implementasi “Teori Telapak Kaki” Taufan Pawe, yakni pembangunan di sektor pendidikan, kesehatan, pariwisata dan kebudayaan.

Sektor-sektor tersebut didukung dengan pembangunan infrastruktur yang cukup masif digalakkan, seperti pelestarian Kebun Raya Jompie, Patung inspiratif Habibie-Ainun, Jembatan Tonrangeng River Side, penataan  Pasar Rakyat Sumpang Minangae, serta Penataan Pasar Senggol yang dipadu dengan tata kelola Kawasan Hastom, Rumah Sakit Regional dr. Hasri Ainun, Gedung Balai Ainun, Museum Bj Habibie, Masjid terapung BJ Habibie, Institut teknologi BJ Habibie, Auditorium BJ Habibie, pembangunan Covid Center Parepare, Penataan taman-taman kota, penataan kembali ruang terbuka hijau, penataan lokasi pedagang kaki lima, pedestarian trotoar, dan merenovasi dengan cepat Pembangunan Stadion BJ Habibie.

Dari sekian bangunan dan infrastruktur yang ada, Kota Parepare merupakan Kota Bebas Polusi, yang populer disebut sebagai Kota Industri Tanpa Cerobong Asap.

Gagasan tersebut menggambarkan kecintaan Taufan Pawe, bukan saja terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di segala sektor, tetapi lebih dari itu juga terhadap kelestarian lingkungan hidup Kota Parepare untuk jangka panjang (berkelanjutan); baginya, pembangunan itu juga harus memiliki nilai kesehatan dan ramah lingkungan.

Dengan kata lain, Taufan Pawe menyadari betul potensi pembangunan belakangan ini, kerap membuat orang mudah terserang berbagai penyakit, sehingga ia sudah memikirkan bagaimana pembangunan itu dapat menjamin keberlangsungan hidup masyarakat Kota Parepare yang terus bertambah beberapa kali lipat di masa yang akan datang.

Sadar akan fenomena permasalahan lingkungan global tersebut, maka lahirlah gagasan intelektual “Teori Telapak kaki” Taufan Pawe.

Dengan demikian, konsep Teori Telapak Kaki Taufan Pawe sejalan dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Untuk mendukung keberlangsungan implementasi Teori Telapak Kaki Taufan Pawe secara berkelanjutan, ada sejumlah sistem tata kelola pemerintahan yang menjadi perhatian Suami dari Dr. Hj. Erna Rasyid Taufan, SE.,M.Pd., yakni:

1. Menciptakan iklim politik yang memberi peluang tersalurkannya aspirasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan kebijakan publik;
2. Gerakan sistem pemberdayaan ekonomi makro yang melibatkan partisipasi masyarakat;
3. Membangun atmosfer sosial-budaya yang mengakomodir terselesaikannya persoalan-persoalan di tengah masyarakat;
4. Mendorong pengembangan ekonomi masyarakat yang ramah lingkungan (biodiversitas dan ekosistem);
5. Meningkatkan layanan kesehatan yang terbuka, dan merangkul seluruh elemen;
6. Sistem tata kelola layanan administrasi yang responsif terhadap situasi dan kebutuhan masyarakat;
7. Mendorong terciptanya suasana pendidikan yang mengedepankan orientasi pada peningkatan potensi generasi;

Sistem-sistem tersebut berfondasikan pada 3 pilar utama (3TA), yakni: Taat Asas, Taat Administrasi, dan Taat Anggaran.  Ketiga pilar ini menjadi pedoman dalam tata kelola pelayanan dan kebijakan publik.

Kesuksesan menerapkan 3 pilar utama tersebut diraih oleh pemerintahan Taufan Pawe di periode pertama dimana berhasil menuntaskan RPJMD dalam jangka waktu 3 tahun pertama, dan dalam waktu 8 tahun Pemerintah Kota Parepare Berhasil meningkatkan PAD 2 x lipat lebih dari sebelumnya.

Untuk mengukur capaian kinerja pemerintahan, Taufan Pawe memetakan skala prioritas pembangunan ke dalam sejumlah skema tahunan sebagai berikut:

1. Tahun 2014 sebagai tahun Politik Kesejahteraan
2. Tahun 2015 sebagai tahun Kinerja
3. Tahun 2016 sebagai tahun Inovasi
4. Tahun 2017 sebagai tahun Kompetisi
5. Tahun 2018 sebagai tahun Peduli
6. Tahun 2019 sebagai tahun Integritas
7. Tahun 2020 sebagai tahun Berintegritas
8. Tahun 2021 sebagai tahun Pemulihan Ekonomi
9. Tahun 2022 sebagai tahun Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan

Merujuk pada berbagai kesuksesan yang diraih Dr. H.M. Taufan Pawe, SH.,M.H., sebagai makhluk yang lemah, ia pun tidak luput dari kekurangannya sebagai manusia.

Dari sekian banyak program, pasti tidak semuanya diselesaikan dengan sempurna, bahkan beberapa program membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai target terbaik di masa yang akan datang.

Sebab itu, kepemimpinan Dr. H.M. Taufan Pawe, SH.,M.H., telah meletakkan dasar bagi pembangunan berkelanjutan, melalui Teori Telapak Kaki, sehingga Kota Parepare akan menjadi Kota yang terus berkembang, meskipun tongkat kepemimpinan harus berganti.

Dapat disimpulkan bahwa jejak “Teori Telapak Kaki” Taufan Pawe telah menjadi dasar inspirasi pembangunan Kota Parepare berkelanjutan.

Teori Telapak kaki ini secara filosofis juga mengandung visi masa depan, dimana teori ini menegaskan bahwa setiap telapak kaki yang menginjakkan kakinya di Kota Parepare, membawa di dalamnya jejak-jejak harapan, yang kemudian akan terwujud apabila didukung oleh iklim Kota yang mampu mengakomodir kemudahan dalam mengakses layanan publik. Dalam koridor inilah, pola kepemimpinan seorang kepala daerah/walikota mengambil peran sentral menentukan strategi-strategi pembangunan berkelanjutan. (*)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
Tutup